Minggu, Desember 21, 2008

Menapak Jeda

I’TIMAD

( jati diri manusia yang hilang )

Walau entah kemana arah kiblat kan kucanangkan
Tapi aku jelas bisa menatap titik putih sinar mata
Yang terus menggenangi ceruk di belahan jiwa
Hingga kuredupkan semua pada awan

Hari ini rasanya terlalu pagi
Seuntai melati kuikatkan untukmu
Karena embun tak juga dapat kuraup sejuknya

Pernah kau impikan aku di masjidmu
Kau rebahkan langit diatas batu untukku
Cintamu menyingkap raga busuk ini menjadi dewa
Dan ikhlasmu membelenggu para musafir
Yang agung oleh kelana bertaburan nama-nama

Aku unta yang tertatih menuju padangmu
Hingga punukku pecah berdarah
Pasir dan badai melahap dikedalaman kabut gelap

Wahai sang matahari dimana kau simpan panasmu
Untuk membakar kerinduan ini
Dan rembulan pulangkan aku pada setangkai dahan kelapa
Agar aku bisa menatap masa depan

Oh titik suci di dalam kalbu
Kusedekapakan tubuh pada angin
Separuh gelombang laut meridlokanya
Untuk mengingat bibirmu Yang ranum oleh pesona senja,
Kala membidik utuh tubuhmu

Diantara laut dan darat-Nya
Kubawa kau kembali merenda lentera-lentera di tengah laut
Malam itu para sufi melemparkanku dengan egoisnya
Pada mulut-mulut berliur penuh quldi

Dan kita….
Anggur kering yang kini basah oleh comberan
Tercampakkan dari taman surga
Berceloteh kebenaran yang membingungkan

Jogjakarta, 18 november 2002



Syahdan 22


Bertahun-tahun kuhempaskan diriku bersama peluh-peluh tangis
Atau memaksa diri menyanyi bersama filsuf
Melarutkan diri bersama bayang-bayang terguncang
Dan tak kubaca Dia, bahwa sinar itu adalah aku

Tak mampu kuucap ketika dewi zamroh itu mengejarku
Melambaikan tangan-tangannya yag suci
Mengepakkan syap-sayap perak menebar aroma cinta
Kitab sucikupun robek bersama luka-luka di hati

Cinta adalah akar tempat ku menggantungakan diri
Pohonnya yang rindang menyejukkan hati
Dan hari ini mata pisau menguliti dengan kebutaanya
Menbabat akar menumbangkan pohon-pohon

Atas nama tuhan dan kebebasan aku lepas
Berlaari tanpa batas,
Beretempat tanpa ruang,
Berdetak tanpa waktu

Msjd Besar Kauman Jogjakarta, 22 November 2002


MEMBELAH BUMI TUHAN

Aku berhutang kepadamu langit
Yang telah kau turunkan hujan-hujan
Kau tampung tangis dan kesedihan
Sehingga mawar membisu basah oleh embun yang kau ciptakan

Berapa gunung emas harus kubayar
Akankah kau minta juga kesucian ini
Bukan itu yang kumaksud
Tapi selendang yang kau balutkan dilehermu
Mengundangku tuk bercumbu dengan malaikat

Tiap pagi orang-orang berteriak memanggil A lalu I dan U
Menghujat manusia penghuni auditorium purnama
Gelagat dewapun menderu, mengejar mengalirkan ekstase
Untuk mengimpikan tiap ruas pulau Macquare di tengah laut

Dari pinggiran pantai Montavis sampai ujung selat Magdelon
Tertanam darah dan badai, itulah Tuhan
Yang menggambar manusia dalam bingkai
Laut Scotia bergejolak, keluar dari peta takdir

Sapen, Yogyakarta, 23 Februari 2003